Friday, September 30, 2011

Rock n Roll Bisa Nyalakan Api Semangat



Jakarta - Pada Agustus 2008, atas inisiatif Melanie Subono, beberapa musisi berkumpul dan mendirikan gerakan yang diberi nama “Suara Hati Kami” yang tujuannya membantu para musisi yang membutuhkan bantuan finansial. Maklum, banyak musisi yang di hari tuanya sakit-sakitan dan tak mampu membiayai pengobatannya. Tujuan jangka panjang ge-rakan “Suara Hati Kami” adalah menyediakan semacam dana pensiun yang bisa digunakan para musisi yang membutuhkan. Untuk menyebarluaskan misi gerakan ini dan mengumumkan pada masyarakat bahwa mereka bisa berpartisipasi dengan menyumbang, “Suara Hati Kami” tampil di Kick Andy Show yang tayang pada 22 Agustus 2008. Selain tanya jawab dengan para musisi, di episode itu beberapa musisi tampil. Salah satu di antara yang tampil adalah kolaborasi musisi dari ranah independen dengan line up dari berbagai aliran: Eka Annash dari The Brandals (vokal), Sammy Bramantyo dari Seringai (bas), Iman Fattah dari Zeke and The Popo (gitar), Adrian Adioetomo sang musisi delta blues (gitar), dan Franki Indrasmoro alias Pepeng dari Naif (drum). Salah satu lagu yang mereka bawakan adalah “Raksasa” dari God Bless. Dari judul lagu itu nama mereka diambil.

“Kalau ditanya ya grogi,” kata Iman soal perasaannya bermain bersama mereka yang belum pernah satu band sebelumnya. Hanya dengan Ian—sapaan akrab Adrian Adioetomo, Iman pernah tampil beberapa kali.

“Sebetulnya sama saja sih perasaannya, gue belum pernah main dengan mereka. Dengan Sammy juga kenal begitu-begitu saja, dengan Ian belum kenal,” kata Pepeng.
“Gue biasa nge-jam dengan orang tak dikenal, jadi ya waktu itu langsung nyambung. Gue hajar sajalah, begitu main kok asyik,” kata Ian.

Tak dinyana, meski sebagian besar personel Raksasa baru bermain bersama, reaksi kimia di antara mereka begitu bagus dan sambutan para penonton Kick Andy Show begitu meriah. Ini membuat mereka begitu bergairah sehingga tertarik meneruskan kelompok musik yang tadinya dibuat untuk kepentingan televisi itu. Namun, Sammy dan Eka akhirnya menyatakan mundur karena sibuk, apalagi Eka sedang menyiapkan album DGNR8 dari The Brandals. Nama Bonny Sidharta, pemain bas dari band death metal bernama Dead Squad, langsung muncul di kepala Ian begitu mendengar Sammy mundur. Bonny dan Ian pernah bermain di satu band pada pertengahan ’90-an. Nama Bonny juga dipilih karena senafas dengan Sammy secara pengaruh musik. “Kalau gue kutukan sepertinya, menggantikan Sammy melulu,” kata Bonny seraya tertawa. Maklum, beberapa kali ketika Sammy tak bisa manggung dengan Seringai, mereka mengajaknya se-bagai pengganti.

Selain Bonny, mereka meng-ajak Sumo Hadi Wibowo yang lebih populer dengan nama Adi Cumi dari Fable untuk menjadi vokalis. Formasi dua vokalis ini sempat berlatih bersama—Cumi mengakui ada sedikit perasaan canggung dengan formasi dua vokalis. Waktu awal mereka diajak, tak ada mimpi soal membuat album. Hanya ada kesepa-katan: mereka berkumpul, bermain musik bersama, memainkan lagu orang dan melihat ke mana angin membawa mereka.

Pada pertengahan September lalu, formasi paling solid Raksasa mengunjungi Rolling Stone. Saat wawancara dilakukan, album perdana mereka tinggal memasuki tahap akhir sebelum akhirnya diperbanyak. Kesepakatan dengan Demajors untuk mengedarkan album perdana mereka yang juga diberi judul Raksasa sudah dicapai—sebuah pertemuan yang solid antara pengaruh metal, alternatif, blues dan hard rock. Masuknya Bonny dan Cumi ke dalam formasi ternyata membuat reaksi kimia menjadi semakin baik. Proses jamming ternyata berjalan begitu lancar sehingga satu per satu lagu tercipta, bahkan dalam hitungan satu lagu per hari. Membuat lagu secepat itu dengan proses jamming tak semuanya bisa mereka lakukan di band sebelumnya. Bonny, di Dead Squad yang memainkan death metal dengan intensitas dan musikalitas kelas tinggi, tentu saja mengatakan perbedaan proses di Raksasa jauh sekali. Pepeng merasakan itu ketika Naif—mengutip istilah yang dipakainya—masih lucu-lucunya, zaman kuliah. Iman mengatakan di ZATPP membuat musiknya lebih banyak pertimbangan. Begitu juga dengan Cumi yang mengatakan bahwa di Fable, satu lagu membutuhkan waktu lama untuk matang. Hanya Ian yang mengatakan sangat mudah membuat lagu. “Gue mah hah heuh hah heuh juga jadi lagu,” katanya sambil terbahak.

Setelah melihat begitu mudahnya lagu tercipta, akhirnya mereka sepakat untuk merekam lagu-lagu itu ke dalam album. Satu-satunya persoalan yang dihadapi Raksasa selama proses pembuatan lagu adalah faktor finansial, bukan dari sisi bagaimana melebur ego musikal masing-masing personel. Maka, pada Desember 2010 proses rekaman album perdana Raksasa dimulai. Setelah empat studio, empat bulan, dan empat belas juta keluar, album itu rampung. Angka yang sangat murah itu adalah hasil mereka menyiasati kesulitan finansial. Untuk merekam bagian drum, Pepeng menggunakan sisa-sisa shift rekaman untuk album Naif. Sedangkan sisanya, mereka mendapat bantuan teman-teman hingga akhirnya dana minim bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.

“Yang hutang budinya nggak terhitung,” kata Ian seraya tertawa.
“Hasilnya amat sangat lumayan, dari hasil menyicil sana-sini. Selama proses rekaman nggak ada yang aneh-aneh. Kendala internal nggak ada, cuma finansial. Hanya saja gue seneng, karena kalau nggak begitu [jadi] nggak berpikir,” kata Bonny.
Cumi bertanggung jawab atas semua lirik di album perdana ini. Menurutnya, gaya penulisan lirik di Raksasa berbeda dengan gaya penulisan liriknya di Fable. Di Raksasa, Cumi lebih lugas dalam mengungkapkan sesuatu, karena musiknya rock. “Ngomong ya ngomong saja, nggak usah disensor,” katanya. “Kalau di Fable, lebih yang tersirat. Memang sih nggak ada formula buat lirik Fable, tapi benang merahnya adalah lirik yang nggak langsung.”

Menurut Bonny, karakter vokal Cumi berbeda dengan ketika dia bernyanyi di Fable. Dan soal perbedaan karakter ini juga dialami oleh para personel lain. Di ZATPP, Iman mengeksplor banyak sekali instrumen dan memasukkan banyak sound. “Gue pernah manggung pakai double pedal sama Naif, nggak cocok,” kata Pepeng menceritakan pengalamannya. “Ya kalau di Raksasa cara main drum gue sama saja, fill gua sama, mungkin terdengar lebih liar karena menyesuaikan waktunya. Gaya permainan sama, manggung pun sama saja, set up gua juga sama. Hanya lebih ke apa ya, karena musiknya sudah pasti lebih rock dari Naif, gea dituntut untuk menyesuaikan. Ada bagian yang sedikit progresif, itu tantangan juga. Gue di Naif sudah bertahun-tahun jadi sudah seperti nggak belajar lagi, cari duit manggung saja. Saat take terasa banget bahwa untuk main single stroke yang rapat saja susah. Kalau manggung sama Raksasa, gue yakin capek banget.”

Lantas soal lirik, Pepeng merasa bahwa lirik buatan Cumi di album ini penuh dengan filosofi. Lagu “Badai Antariksa”, misalnya. Di lagu yang salah satunya membahas teori bahwa manusia tak sendirian di alam semesta ini, Cumi menulis: “Badai galaksi di antariksa/Bisakah kita mengalaminya? Apa yang terjadi? Segala yang fana ini kan sirna/Segala yang fana ini kan sirna/Semua kan berakhir/Persiapkan dirimu!”
“Gue lihat, Cumi sedang mengingatkan dirinya sendiri,” kata Pepeng.
“Ya bisa juga,” kata Cumi. “Ada religiusnya. Antara sains dan spiritual juga, gue masukkan dua-duanya. Siapkan diri saja.”

Setelah album keluar, mungkin pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mereka mengatur perhatian antara Raksasa dan proyek musik mereka di luar itu. Cumi dengan Fable yang rencananya akan segera mengeluarkan album lagi belum bisa menjawab dengan tegas bagaimana nanti pembagian konsentrasinya. Hanya, dia berharap keduanya bisa berjalan dengan baik. Sedangkan Bonny mengatakan soal pembagian waktu itu biarlah jadi urusan manajemen. Namun bagi Pepeng, melalui Raksasa dia ingin- membuktikan pada orang lain bahwa tak mustahil melakukan sesuatu sekaligus. “Yang diperlukan adalah komitmen, konsistensi dan usaha,” katanya.

“Pokoknya selama gue masih senang, mau apa juga ayo. Cuma harus dari senang dulu, serius tapi senang-senang,” kata Bonny.
“Gue berharap band ini bisa tetep menjaga spiritnya seperti pertama kami main dulu, karena kalau itu bisa terjaga, mau buat lagu seperti apa pasti asyik. Justru di situ nyawanya, spirit yang seperti pertama main, terasa di album ini. Kita lihat saja ini album di luar jadi apa, kalau gue terus terang nggak- ada harapan apa-apa. Kalau ini bisa diterima dengan baik, mungkin bisa jadi tambah-tambah buat beli rumah,” kata Ian seraya tertawa.



Spoiler for Sumber:


http://rollingstone.co.id/read/2011/09/30/133551/1733969/1102/rock-n-roll-raksasa-nyalakan-api-semangat

0 komentar:

Post a Comment

tinggalkan pesan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...