GANGSTER atau geng seolah sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat Afrika Selatan (Afsel). Dan, geng beserta anggotanya seolah menjamur seperti di musim hujan, menjadi tiang kriminalitas. Seolah, banyaknya geng dan keleluasaan gerak mereka berbanding lurus dengan citra Afsel sebagai negeri dengan kriminal tertinggi.
'Di negeri ini, sepertinya setiap blok ada geng penguasanya. Ketika cara hidup normal sulit dijalani, orang
akan dengan mudah memilih jalan hidup sebagai anggota geng,' jelas Chris Mullins, mantan anggota geng yang pernah beberapa kali mendekam di penjara, ketika bertemu KOMPAS.com awal Juli lalu.
Bicara geng sama halnya bicara kekerasan, pemerkosaan, perampokan, peredaran obat terlarang, dan pembunuhan. Sebab, begitulah kehidupan mereka. Mereka mencoba membangun masa depan, membgangun identitas, membangun kehormatan, mengangkat martabat, membangun rasa aman, memperbaiki kehidupan, dan membangun komunitas lewat geng. Sebab, sebagian besar anggotanya merasa gagal atau tak mendapat jalan dalam kehidupan normal.
'Orang butuh makan dan memenuhi kebutuhan lainnya. Jika gagal, maka akan mudah masuk geng. Sebab, geng juga menawarkan banyak hal,' jelas Chris Mullins lagi.
Dan, sejak zaman Apartheid, geng menjadi alternatif yang cukup populer bagi sebagian orang, terutama warga coloured dan kulit hitam, sebagai kendaraan mengarungi kehidupan. Setelah Apartheid dihapus sejak awal 1990-an, geng juga terus menjamur.
Mereka menjadi tiang kriminalitas. Kekerasan, pemerkosaan, perampokan, pencurian, dan pembunuhan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan geng.
Kota Cape Town, Port Elizabeth, dan Johannesburg paling banyak memiliki geng. Mereka ada yang mengorganisasi diri sebagai pembajak mobil, perampokan bank, pembobol ATM, permerkosaan, pembunuhan, juga terutama pemasaran narkoba. Mereka bekerja sangat rapi, bahkan terkadang mampu menjalin kerja sama dengan polisi.
Mantan Presiden Interpol Afsel yang juga mantan komisioner polisi nasional Afsel, Jackie Selebi, bahkan sampai disidang. Dia didakwa menerima suap dari seorang pemimpin geng di Johannesburg, Glenn Agliotti.
Di Soweto, misalnya, ada geng yang cukup ditakuti, yakni Jackroll. Mereka sering memperkosa wanita, bahkan di depan umum sekalipun. Sampai-sampai, orang yang melakukan pemerkosaan atau perampokan sering disebut jackrolling.
Ada pula geng yang tak bernama, tapi aktivitas mereka dalam dunia kriminal sangat tinggi. Mereka biasanya para imigran gelap dari Zimbabwe, Mozambik, Namibia dan sebagainya. Sulit mendapat pekerjaan di Afsel, mereka akhirnya menjadi kriminal dan terorganisasi. Apalagi, banyak di antara mereka sebelumnya tentara di negaranya.
Cape Town lebih kental dengan kehidupan geng. Di kota pelabuhan itu, aktivitas utama geng adalah menjual narkoba secara sembunyi-sembunyi. Namun, jumlah mereka sangat banyak dan bekerja rapi.
Banyak yang mengatakan, Americans adalah geng terbesar di Cape Town, bahkan mungkin di Afsel. Mereka memiliki anggota sampai 5000 orang. Selain itu, ada nama-nama Mongol, Fast Guns, Yakkies, Nice Time Kids, Hell Street Dudes, Playboys, Sexy Boys, Jermany, Russians dan sebagainya.
Hampir semua geng selalu bersenjata pistol. Maklum, di Afsel uang 100 (sekitar Rp 130 ribu) atau 200 rand (sekitar Rp 260 ribu) bisa mendapatkan pistol. Tentu saja ilegal. Namun, Afsel sendiri punya hukum yang melegalkan kepemilikan senjata api, tentu dengan persyaratan ketat. Kenyataannya, banyak senjata ilegal yang beredar dan menjadi bagian dari kehidupan geng.
Geng seolah begitu membudaya di Afsel. Di penjara pun juga ada geng. Di penjara Pollsmoor yang paling terkenal, misalnya, ada tiga geng berpengaruh dan dikenal serta ditakuti masyarakat. Nama geng mereka adalah nomor, yakni '26', '27' dan '28'. Begitu keluar dari penjara, posisi mereka di dunia kriminal akan sangat tinggi.
Selain memiliki aktivitas kriminal, geng-geng ini juga sering berselisih. Maka, sering pula terjadi perang antargeng. Biasanya penyebabnya perebutan pasar narkoba atau dendam.
Melawan kriminal di Afsel salah satunya harus melawan geng. Itu pekerjaan berat. Sebab, banyak geng yang sudah begitu kuat. Bahkan mereka sering mencoba menguasai polisi. Salah satunya dengan menyuap atau memberi upeti.
Jika pun tidak, mereka berani melawan polisi. Sejak 2000, dalam catatan pemerintah sudah ada 17.000 polisi lebih yang tewas akibat kekerasan atau bentrok dengan para kriminal dan anggota geng.
Apalagi, kehidupan geng amat dekat dengan masyarakat. Bahkan, anak-anak kecil pun tahu dan sebagian mengidolakan mereka. Padahal, merekalah salah satu tiang kriminal di Afsel.
Sumber-Kompas.com
0 komentar:
Post a Comment
tinggalkan pesan