Jam setengah 5 pagi saya sudah bangun dari tidur saya. Saya tidur sangat nyenyak malam ini. Meskipun terdapat kipas angin di kamar, tapi saya tidak menyalakannya. Angin di Desa Tongging tepi Danu Toba ini sejak malam sudah berhembus cukup kencang. Tanpa kipas angin pun saya sudah bisa kedinginan walaupun tidak sampai menggigil. Jam setengah 5 pagi di Sumatera Utara masih belum imsak. Waktu imsak dimulai sekitar jam 5 kurang sedikit. Pagi ini nggak ada makanan untuk saya sahur karena warung yang ada di Wisma Sibayak juga sudah tutup. Warungnya nggak buka 24 jam. Tapi tetep bersyukur saya masih bisa sahur dengan sebotol air mineral 600 ml. Kembung-kembung deh.. Paling tidak untuk menjaga agar saya nanti tidak dehidrasi dalam perjalanan berikutnya.
Tidak banyak yang bisa saya lakukan saat masih gelap seperti ini. Saya mencoba membuka netbook untuk mentransfer foto-foto yang ada dalam memory card ke netbook. Namanya juga di tempat yang cukup pelosok, jadi bisa dipastikan modem saya yang menggunakan Smart tidak bisa berfungsi. Sepertinya hanya operator-operator besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL saja yang berjaya disini. Praktis saya hanya bisa online melalui Blackberry saja. Lumayan lah paling nggak bisa berkomunikasi dengan teman-teman yang jauh disana melalui BBM, YM, maupun media sosial lainnya.
Selesai transfer data ke netbook langsung aja mandi dengan air yang cukup dingin. Setelah matahari mulai kelihatan, saya keluar kamar untuk berkeliling di sekitar Wisma Sibayak. Harus saya akui sih, wisma ini meskipun harganya murah tapi sangat nyaman untuk liburan. Kamar-kamarnya tidak berderet dalam satu gedung seperti hotel atau penginapan di kota, melainkan terpisah-pisah mirip sebuat cottage yang sederhana. Areanya cukup luas dan sangat asri dengan pepohonan rimbun mengelilinginya. Kamarnya terdiri dari tiga blok. Blok pertama adalah blok yang berharga 50.000 yang terdiri dari 4-5 kamar. Kemudian blok kedua terletak terpisah agak jauh dari blok yang pertama dengan masing-masing blok terdiri dari 3 kamar tidur. Blok kedua dan ketiga ini yang harganya 100.000. Jadi total hanya terdapat sekitar 10 kamar saja.
Di depan kamar langsung terdapat taman bermain anak yang tidak terlalu besar, tapi menurut saya cukup nyaman untuk anak-anak. Dari taman ini Anda bisa langsung melihat ke arah Danau Toba. Lebih kerennya lagi, area penginapan di belah oleh sebuah sungai dengan air yang masih sangat jernih. Dari tempat receptionist (warung makan) ke kamar saya dan sebaliknya harus melewati jembatan yang melintasi sungai ini. Saat tidur tidak henti-hentinya Anda akan mendengar gemericik air sungai yang kembali menegaskan bahwa Anda sedang berada di desa yang sangat nyaman dan tenang. Tidak lupa di bawah pohon terdapat beberapa gubuk dan tempat duduk untuk sekedar bersantai menikmati sejuknya alam Desa Tongging di tepi Danau Toba. Yah ini lebih mirip sebuah resort minu yang sederhana.
Puas berkeliling wisma, saya mencoba keluar ke arah jalan yang berada di depan pintu gerbang wisma. Jalan disini seperti layaknya jalan kampung yang berada di pelosok, tanpa aspal, banyak lubang, berdebu pada musim kemarau, dan akan becek sekali pada musim hujan. Di sebelah kanan dan kiri serta depan wisma adalah sawah yang ditanami padi. Beberapa orang petani terlihat sibuk mengurusi sawahnya masing-masing. Di tengah-tengah sawah terdapat pula makam-makam yang dibuat cukup bagus. Mulanya saya kira itu adalah sejenis monumen, tapi kok ditaruh di tengah sawah dan nggak cuma satu. Setelah diperhatikan dengan seksama ternyata adalah makam. Hehe..
Bukit-bukit yang ada di depan saya tampak sudah tidak hijau lagi alias mulai menguning. Mungkin karena sudah masuk musim kemarau sehingga rumput-rumput itu mulai mati. Namun hal itu tidak merubah keindahan alam Desa Tongging. Hanya beberapa puluh meter dari wisma yang berada di tengah persawahan ini saya melihat adanya cafe. Bukan seperti cafe yang ada di kota loh, tapi lebih ke rumah makan, pemancingan, dan resort. Kan enak tuh makan siang lesehan ditemani angin sepoi-sepoi tepat di tepi Danau Toba *kalau nggak puasa*.
Saat jalan-jalan keluar wisma ini saya selalu diikuti oleh tiga ekor anjing yang dimiliki oleh pemilik wisma. Mereka ini terus saja mengikuti saya kemanapun saya pergi. Nggak usah takut, anjing-anjing bukan anjing yang galak. Sepertinya mereka tahu kalau saya ini tamu mereka, jadi mereka terus mengikuti untuk menjaga saya. Bahkan saya diikuti sampai saya kembali ke kamar saya. Hari sudah mulai siang, saya harus segera check out dari wisma untuk melanjutkan perjalanan saya keliling Sumatera Utara. Tapi melihat kenyamanan Desa Tongging yang seperti ini membuat saya harus kembali lagi kesini suatu saat nanti.
Tidak banyak yang bisa saya lakukan saat masih gelap seperti ini. Saya mencoba membuka netbook untuk mentransfer foto-foto yang ada dalam memory card ke netbook. Namanya juga di tempat yang cukup pelosok, jadi bisa dipastikan modem saya yang menggunakan Smart tidak bisa berfungsi. Sepertinya hanya operator-operator besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL saja yang berjaya disini. Praktis saya hanya bisa online melalui Blackberry saja. Lumayan lah paling nggak bisa berkomunikasi dengan teman-teman yang jauh disana melalui BBM, YM, maupun media sosial lainnya.
Selesai transfer data ke netbook langsung aja mandi dengan air yang cukup dingin. Setelah matahari mulai kelihatan, saya keluar kamar untuk berkeliling di sekitar Wisma Sibayak. Harus saya akui sih, wisma ini meskipun harganya murah tapi sangat nyaman untuk liburan. Kamar-kamarnya tidak berderet dalam satu gedung seperti hotel atau penginapan di kota, melainkan terpisah-pisah mirip sebuat cottage yang sederhana. Areanya cukup luas dan sangat asri dengan pepohonan rimbun mengelilinginya. Kamarnya terdiri dari tiga blok. Blok pertama adalah blok yang berharga 50.000 yang terdiri dari 4-5 kamar. Kemudian blok kedua terletak terpisah agak jauh dari blok yang pertama dengan masing-masing blok terdiri dari 3 kamar tidur. Blok kedua dan ketiga ini yang harganya 100.000. Jadi total hanya terdapat sekitar 10 kamar saja.
Di depan kamar langsung terdapat taman bermain anak yang tidak terlalu besar, tapi menurut saya cukup nyaman untuk anak-anak. Dari taman ini Anda bisa langsung melihat ke arah Danau Toba. Lebih kerennya lagi, area penginapan di belah oleh sebuah sungai dengan air yang masih sangat jernih. Dari tempat receptionist (warung makan) ke kamar saya dan sebaliknya harus melewati jembatan yang melintasi sungai ini. Saat tidur tidak henti-hentinya Anda akan mendengar gemericik air sungai yang kembali menegaskan bahwa Anda sedang berada di desa yang sangat nyaman dan tenang. Tidak lupa di bawah pohon terdapat beberapa gubuk dan tempat duduk untuk sekedar bersantai menikmati sejuknya alam Desa Tongging di tepi Danau Toba. Yah ini lebih mirip sebuah resort minu yang sederhana.
Puas berkeliling wisma, saya mencoba keluar ke arah jalan yang berada di depan pintu gerbang wisma. Jalan disini seperti layaknya jalan kampung yang berada di pelosok, tanpa aspal, banyak lubang, berdebu pada musim kemarau, dan akan becek sekali pada musim hujan. Di sebelah kanan dan kiri serta depan wisma adalah sawah yang ditanami padi. Beberapa orang petani terlihat sibuk mengurusi sawahnya masing-masing. Di tengah-tengah sawah terdapat pula makam-makam yang dibuat cukup bagus. Mulanya saya kira itu adalah sejenis monumen, tapi kok ditaruh di tengah sawah dan nggak cuma satu. Setelah diperhatikan dengan seksama ternyata adalah makam. Hehe..
Bukit-bukit yang ada di depan saya tampak sudah tidak hijau lagi alias mulai menguning. Mungkin karena sudah masuk musim kemarau sehingga rumput-rumput itu mulai mati. Namun hal itu tidak merubah keindahan alam Desa Tongging. Hanya beberapa puluh meter dari wisma yang berada di tengah persawahan ini saya melihat adanya cafe. Bukan seperti cafe yang ada di kota loh, tapi lebih ke rumah makan, pemancingan, dan resort. Kan enak tuh makan siang lesehan ditemani angin sepoi-sepoi tepat di tepi Danau Toba *kalau nggak puasa*.
Saat jalan-jalan keluar wisma ini saya selalu diikuti oleh tiga ekor anjing yang dimiliki oleh pemilik wisma. Mereka ini terus saja mengikuti saya kemanapun saya pergi. Nggak usah takut, anjing-anjing bukan anjing yang galak. Sepertinya mereka tahu kalau saya ini tamu mereka, jadi mereka terus mengikuti untuk menjaga saya. Bahkan saya diikuti sampai saya kembali ke kamar saya. Hari sudah mulai siang, saya harus segera check out dari wisma untuk melanjutkan perjalanan saya keliling Sumatera Utara. Tapi melihat kenyamanan Desa Tongging yang seperti ini membuat saya harus kembali lagi kesini suatu saat nanti.
http://www.wijanarko.net/2011/09/desa-tongging-baca-wisma-sibayak-yang.html
0 komentar:
Post a Comment
tinggalkan pesan